Kamis, 21 April 2016

Mencuri Nyawa Ayah

Tidak ada yang akan percaya jika kukatakan "Aku telah mencuri nyawa Ayahku" atau "Kamu telah mencuri nyawa Ayahmu". Maling teriak maling. Maling enggan disebut maling dan mana mungkin akan mengakui dirinya adalah maling. Tulisan ini semata-mata sebagai bukti, untuk mendakwa diriku sendiri  dan anda bahwa kita pernah menjadi maling. Maling nyawa.



Masih ingat saat di duduk di bangku sekolah yang nyaman, megah, dan bisa ketawa ketiwi, siswa-siswi peserta didik diminta untuk memperkenalkan diri dan menyebutkan cita-cita nya masing-masing. Ada yang ingin menjadi seorang Guru, Pengusaha, Dokter, Polisi, dan beberapa profesi lain. Tidak sedikit yang mengatakan Bahwa cita-cita nya ingin "Membahagiakan Orang Tua".

PARA PENANTANG MAUT
Kalimat "Membahagiaka Orang Tua" kembali terngiang saat aku sedang berhenti di jalan Tuparev Kota Cirebon melihat para penantang maut. Jika kutanya padamu "Apa yang sedang mereka lakukan" apakah kau akan menjawab "Mereka sedang memasang papan iklan". Menurutku mereka sedang mempertaruhkan nyawa untuk keluarganya.  Jika kutanya padamu "siapa mereka?" apakah kau akan menjawab "mereka adalah para pekerja lapangan". Aku punya pandangan lain, mereka adalah Ayah dari seorang anak dan suami dari seorang istri. Ayah yang sedang menyulap kuota hidupnya menjadi uang untuk diberikan kepada anak dan istri.







DIA SANG PENJAGA NYAWA

Seberapa sering pun seseorang melewati jalan yang sama, jika ditanya "Siapa dia? Orang berompi pembawa peluit itu?" Tidak banyak yang mengetahui namanya meskipun orang-orang telah diselamatkan nyawanya dengan peluit dan rompi ngejreng. Sebut saja dia  sang penjaga nyawa. Sang penjaga yang mempertaruhkan nyawa untuk memastikan keselamatan para pengendara. Sang penjaga yang meluangkan jangka hidupnya dalam mengais rizki untuk menyambung nyawa anak istri dengan nasi.Dengan berbekal mata yang jeli, pengawasan yang teliti, serta kemampuan arah kanan kiri dihabiskanya untuk menjaga nyawa orang lain dengan nyawa nya. Dia sang penjaga nyawa. Ayah yang menjaga lambung keluarga dengan keringatnya.




DIA ADALAH AYAH ORANG YANG KITA CURI NYAWANYA
Dalam lahiriah, dia adalah seorang penarik becak. Dalam sudut pandang keluarga, dia adalah seorang Ayah. Dalam kacamata pikiran, dia adalah orang penyambung nyawa.Dialah orang yang kita sebut Ayah. Dialah Ayah yang menenangkan lambung kita dengan hasil rizkinya.Dialah Ayah sang penyambung nyawa. Ia menyambung nyawa kita dengan beras. Ia membeli beras dengan uang. Ia membeli uang dengan mengayuh becak. Ia mengayuh becak dengan membeli tenaga dan waktu. Ia membeli tenaga dan waktu dengan nyawa nya.










DIA BERNAMA AYAH
Entah apa yang sedang dilakukan Ayah di luar sana saat kita asik tertawa cekikikan di sekolah. Entah apa yang sedang dipikirkan Ayah dalam lamunannya saat kita sibuk membuat rancangan masa depan penuh dengan cerita romansa "aku & kamu" di dalam buku matematika. Entah bagaimana caranya, tiba-tiba Ayah mempunyai banyak uang saat mendekati tanggal bayar sekolah kita.
Jangka waktu hidup Ayah yang digunakan untuk bekerja dan menghasilkan sesuatu. Dengan seenaknya kita pakai dan mencuri sesuatu miliknya. Kami minta maaf, Ayah. Telah mencuri nyawa dan kebahagiaanmu untuk membahagiakan dan menghidupi kami.





thank's for reading.
bagikan jika bermanfaat.








Tidak ada komentar:

Posting Komentar